Kamis, 27 November 2008

Berbagi Cinta

Dear All kubiker

Salam berbagi cinta.......................di Ramadhan penuh ampunan ini, mari kita isi hari-hari kita dengan berbagi..................
berikut ini ada tulisan inspirator kita yang tentunya semua sudah kenal yaitu mas Jamil Azzaini...tulisan ini telah diceritakan di pelatihan....namun untuk sekedar mengingatkan kembali, maka saya kriimkan kembali kisah ini dalam sebuah artikel yang ditulis langsung oleh mas Jamil

semoga bermanfaat...

BERBAGI CINTA
(Cerita ini dikutip dari buku kedua Mas Jamil Azzaini; Menyemai Impian Meraih SuksesMulia, terbitan Gramedia. Merupakan pengalaman nyata orang tua angkat saya (pak Houtman Z.A).Jamil Azzaini)
Bila ada ajakan untuk berbagi, apa yang ada di pikiran Anda? Mungkin berbagi dana, berbagi pakaian layak pakai, sembako, susu, atau berbagi makanan. Ya, semua jawaban biasanya dalam bentuk materi. Itu mungkin karena di kepala kita telah tertancap ide-ide materialistik yang sudah mengglobal. Mengukur segala sesuatunya dengan ukuran yang bersifat material dan kasat mata. Pengalaman nyata dari ayah angkat saya mungkin bisa menjadi pelajaran bahwa berbagi tidaklah mesti berbentuk materi.
Setiap tahun, ayah angkat saya punya kebiasan berkeliling ke berbagai panti asuhan dan rumah anak yatim. Kunjungan biasanya dilakukan dua kali. Awal bulan Ramadhan dan akhir bulan Ramadhan. Kunjungan pertama adalah survei untuk mengetahui kebutuhan panti asuhan atau rumah yatim. Kunjungan kedua membawa bantuan sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan.
Ketika berkunjung ke salah satu rumah yatim, ayah angkat saya bertemu dengan seorang bocah manis dan lucu. Dia masih sekolah kelas nol besar. ”Siapa namamu nak?” sapa ayah saya. ”Nama saya Nina Om”, jawabnya manja. ”Nina sudah punya sepatu baru?” tanya ayah saya. ”Sudah om, dikasih Abah (pemimpin panti-red). Nina juga sudah punya baju baru” urai Nina.
“Kalau begitu Nina mau apa?” tanya ayah saya. “Nggak ah… ntar Om marah” jawab Nina. “Nggak sayang, Om nggak akan marah,” ayah saya menimpali. ”Nggak ah… ntar Om marah” Nina mengulang jawabannya. Ayah saya berpikir, pasti yang diminta Nina adalah sesuatu yang mahal. Rasa keingintahuan ayah saya semakin menjadi. Maka dia dekati lagi Nina.
”Ayo Nak katakan apa yang kamu minta sayang”, pinta ayah saya. ”Tapi janji ya Om tidak marah?” jawab Nina manja. ”Om janji tidak akan marah sayang,” tegas ayah saya. ”Bener Om nggak akan marah?” sahut Nina agak ragu. Ayah saya menganggukkan kepala.
Nina menatap tajam wajah ayah saya. Sementara ayah saya berpikir, ‘Seberapa mahal sich yang bocah kecil ini minta sampai dia harus meyakinkan bahwa saya tidak akan marah’. Sambil tersenyum Ayah mengatakan “ayo Nak, katakan, jangan takut, Om tidak akan marah Nak.””Bener ya Om nggak marah?,” ujar Nina sambil terus menatap wajah ayah saya. Sekali lagi ayah saya menganggukkan kepala.
Dengan wajah berharap-harap cemas, Nina mengajukan permintaanya ”Mmmm, boleh gak mulai malam ini saya memanggil Om..dengan paggilan Ayah?. Nina sedih gak punya ayah”
Mendengar jawaban itu, Ayah saya tak kuasa membendung air matanya. Segera dia peluk Nina, ”tentu Anakku.. tentu Anakku…mulai hari ini Nina boleh memanggil Ayah, bukan Om”. Sambil memeluk erat ayah saya, dengan terisak Nina berkata ”terima kasih ayah… terima kasih ayah..”.
Hari itu, adalah hari yang takkan terlupakan buat ayah saya. Dia habiskan waktu beberapa saat untuk bermain dan bercengkrama dengan Nina. Karena merasa belum memberikan sesuatu berbentuk material kepada Nina maka sebelum pulang Ayah bertanya lagi pada Nina, ”anakku, sebelum lebaran nanti ayah akan datang lagi kemari bersama ibu dan kakak-kakakmu, apa yang kamu minta nak?” ”Kan udah tadi, Nina sudah boleh memanggil Ayah,” jawab Nina.
”Nina masih boleh minta lagi sama ayah. Nina boleh minta sepeda, otoped atau yang lain, pasti akan Ayah kasih.” jelas Ayah saya.
”Nanti kalau ayah datang sama ibu ke sini, aku minta Ayah bawa foto bareng yang ada Ayah, Ibu dan kakak-kakak NIna, boleh kan Ayah?” Nina memohon sambil memegang tangan Ayah.
Tiba-tiba kaki Ayah lunglai. Dia berlutut di depan Nina. Dia peluk lagi Nina sambil bertanya, ”buat apa foto itu Nak?”
“Nina ingin tunjukkan sama temen-temen Nina di sekolah, ini foto ayah Nina, ini ibu Nina, ini kakak-kakak Nina.” Ayah saya memeluk Nina semakin erat, seolah tak mau berpisah dengan gadis kecil yang menjadi guru kehidupannya di hari itu.
Terima kasih Nina. Meski usiamu masih belia kau telah mengajarkan kepada kami tentang makna berbagi cinta. Berbagilah cinta, karena itu lebih bermakna dibandingkan dengan sesuatu yang kasat mata. Berbagilah cinta, maka kehidupan kita akan lebih bermakna. Berbagilah cinta agar orang lain merasakan keberadaan kita di dunia.

rika_anuar@gmail.com

Senin, 03 November 2008

Lubuk Raman


Lubuk Raman adalah sebuah desa yang dibelah oleh Jalan Lintas Sumatera. Secara administratif termasuk dalam Kecamatan Rambang Dangku, Kabupaten Muara Enim - Sumsel. Jaraknya yang hanya 18 Km dari Kota Prabumulih, 66 Km dari Muara Enim ( ibukota kabupaten ) dan 110 Km dari Kota Palembang, menjadikan desa ini adalah tempat yang strategis baik secara ekonomi maupun sosial. Desa ini berpenduduk sekitar 3600 jiwa ( data tahun 2006 ) yang sebagian besar penduduknya adalah petani karet dan sebagian kecil adalah pegawai negeri, pedagang dan karyawan swasta. Luas desa ini sekitar 25,5 Km2 ( data Pemkab Muara Enim ). Desa ini dikelilingi dan dibelah oleh sungai-sungai kecil ( ayek buloh, batangahi limau, batangahi bernai, dan sungai-sungai kecil lain ). Sungai-sungai ( yanga bahasa bok haman nya - batangahi - ) ini memberikan warna tersendiri dalam keseharian warga desa ini ( kenangan mengenai batangahi ini akan diceritakan di posting yang lain ). Hampir 85% ( prediksi ) penduduk desa ini adalah warga asli yang lahir dan dibesarkan disini, sedangkan sisanya adalah pendatang yang bekerja di sekitar desa ini atau pendatang karena ikatan perkawinan. Secara geografis desa ini terletak —LU—LS—. Kontur tanah yang rata sangat menguntungkan daerah ini, terutama dalam mengembangkan pertanian seperti karet, kelapa sawit dll. Saat ini yang menjadi kepala desa adalah Bastoni, yang sudah menjabat sekitar 1 tahun yang lalu. Desa ini termasuk dalam marga Rambang Niru ( yang termasuk juga Tebat Agung, Kasih Dewa, Jemenang dan desa-desa lain disekitarnya ). Dari segi linguistik, bahasa Lubuk Raman relatif sama dengan bahasa yang digunakan marga Rambang lainnya, tetapi setiap desa mempunyai perbedaan sendiri-sendiri, baik itu dari logat ataupun penekanan pada kata tertentu ( orang rambang bisa membedakan asal desa seseorang dari logatnya meskipun terdengar persis sama). Diitinjau dari sisi ekonomi, desa ini berdekatan dengan pusat-puat ekonomi itu, seperti PT TEL, MHP dan perkebunan sawit. Lokasi pengeboran minyak ( Pertamina dan JOB nya ) juga tersebar di wilayah ini, bahkan berada dekat sekali dengan rumah-rumah penduduk. Namun yang menyedihkan, roda perekonomian daerah ini bukanlah digerakkan dari sektor migas yang bergelimang dolar ini namun justru dari perkebunan. daerah ini cuman kebagian “tahi” minyaknya saja, sambil menyaksikan para ”borjuis” baik orang lokal maupun asing berdiri dengan berkacak pinggang diatas tanah nenek moyang kita. Sungguh ironi….menyedihkan…Ditinjau dari sektor pendidikan, desa ini merupakan pelopor bagi daerah lain disekitarnya untuk memberikan kesempatan bersekolah bagi anak-anak dan generasi muda untuk mengenyam pendidikan yang lebih tinggi. Sebagian besar generasi mudanya sudah mengenyam pendidikan setingkat SMA dan sebagian lagi meneruskan ke perguruan tinggi ( nanti kita lengkapi lagi datanya ).

Cukup sekian dulu postingan ini, kalo ada yang perlu ditambahkan, silahkan kirim komentar disini. Terutama mengenai data-data dan informasi terbaru mengenai desa ini. Maklum, penulis sekarang ada di rantau orang jadi kurang mengikuti perkembangan. Karena latar belakang inilah blog ini dibuat, untuk sekedar memberikan informasi kepada kance-kance yang jauh sehingga sedikit mengobati kerinduan akan “dusun laman”.

Posting ini sengaja saya buat dalam bahasa indonesia, sebagai pembuka untuk mengenalkan Lubuk Raman, namun setelah itu kita bebas “bebase dusun” bahkan mungkin lebih komunikatif dan tidak kaku. Penulis/pemgelola blog ini mengharapkan tulisan dari teman2 mengenai sejarah dusun, acara2 di dusun, andai-andai, pantun, lagu bahkan muning-muningan yang sudah sangat jarang kita dengar.

wassalam

rika_anuar